MEDIA SELAYAR. Berada di pulau kecil tentu sumber daya pun tak seberapa. Meski begitu, bukan berarti terbatas pula sumber energi di sana. Dengan sumber energi surya yang telah banyak digunakan serta energi angin, pulau-pulau kecil, bahkan yang terpencil sekalipun, dapat mandiri memenuhi kebutuhan listriknya.
Karena itu, ketika harga bahan bakar minyak melonjak dan cuaca buruk melanda, penduduk di pulau kecil bisa tenang-tenang saja.
Karena itu, ketika harga bahan bakar minyak melonjak dan cuaca buruk melanda, penduduk di pulau kecil bisa tenang-tenang saja.
Penelitian yang dilakukan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada sekitar 118 lokasi wilayah Nusantara ini menunjukkan sesungguhnya kekuatan angin tergolong lumayan untuk membangkitkan listrik.
”Tingginya potensi angin di kawasan kepulauan itu karena mendapat pengaruh angin dari benua Australia,” tutur Soeripno, mantan Kepala Bidang Konversi Energi Dirgantara Lapan.
”Tingginya potensi angin di kawasan kepulauan itu karena mendapat pengaruh angin dari benua Australia,” tutur Soeripno, mantan Kepala Bidang Konversi Energi Dirgantara Lapan.
Namun, PLT Bayu skala besar, yaitu 10 kW ke atas, juga berpotensi dibangun di beberapa daerah, seperti Kabupaten Timor Timur Selatan dan Roten Ndau (NTT), Pulau Selayar (Sulawesi Selatan), dan Pulau Lombok (NTB). Pembangkitan listrik dengan kapasitas yang relatif besar hingga memungkinkan berinterkoneksi dengan jaringan PLN dapat dilakukan di daerah itu karena kecepatan anginnya sekitar 5-6 meter per detik per tahun.
Selain aplikasi di Roten Ndau, uji coba PLT Bayu untuk kapasitas yang sama juga dilakukan di Samas dan Sandak di Yogyakarta dan Rumpin (Banten). Lapan juga membangun pompa air (7 kW) dan energi listrik skala kecil (1 kW) di Desa Kuwaru, Bantul, Yogyakarta, bekerja sama dengan pemda setempat. Percobaan pembangkitannya akan dilakukan di Samas, Yogyakarta, dan Purworejo, yang kecepatan anginnya sekitar 4,8-5,5 m/detik/tahun.
Adapun SKEA 300 kW saat ini telah dibuat desain detailnya. Tahun depan juga akan dibangun prototipenya. Uji coba juga memungkinkan dilakukan di Samas dan Purworejo yang pada waktu tertentu kecepatan angin dapat mencapai 10-15 m/detik. Kincir angin atau SKEA saat ini memang tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik skala besar.
Hal inilah yang membuat terhentinya proyek PLT Bayu di Jepara. Karena tingkat kebutuhan listrik yang meningkat di Jepara, ungkap Soeripno, menyebabkan pada tahun 1999 dilakukan relokasi fasilitas kincir angin di Desa Bulak Baru, Kecamatan Kedung, Jepara, ke berbagai daerah. Kapasitas PLT Bayu yang dibangun di desa itu mencapai 37,3 kilowatt, yang berasal dari 17 unit pembangkit listrik.
Listrik sebesar ini dapat memasok kebutuhan listrik 160 kepala keluarga masing-masing sekitar 100 watt. ”Pembangkit listrik ini dibangun oleh Lapan ketika itu sudah menggunakan komponen dari dalam negeri. Hanya generator yang masih impor,” jelasnya.
Relokasi SKEA dari Jepara dilakukan di beberapa daerah, yaitu sebanyak lima unit ke Pulau Karya di Kepulauan Seribu yang pengoperasiannya masih dipantau oleh Lapan hingga kini. Selain itu penggunaannya di darat untuk menyalakan dua lampu neon masing-masing berdaya 15 Watt dan televisi hitam putih berukuran 14 inci.
Keterlibatan swasta dalam pengoperasian kincir angin untuk kebutuhan listrik dan pompa air, antara lain, terlihat di Nusa Penida dan Indramayu. Nusa Penida dibangkitkan PLT Bayu sebesar 7 x 80 kW untuk memasok listrik PLN. Pembangkit yang mulai berope- rasi tahun 2007 itu menggunakan teknologi dari Belanda, sedangkan untuk pompa air, kincir angin dipasang di Indramayu. (*)
BACA JUGA : Selayar Dapat Jatah 200 Unit Perbaikan Rumah BSPS TA 2017