MEDIA SELAYAR. Sungguh disayangkan sebagian penduduk menolak disensus. Apalagi mereka datang dari kalangan berada dan berpendidikan. Sikap sebagian besar penghuni apartemen di Jakarta ini jelas mengganggu kegiatan pencacahan yang digelar Badan Pusat Statistik. Tindakan tegas harus diambil karena mereka telah melanggar undang-undang.
Kegiatan menghitung jumlah dan komposisi penduduk itu diselenggarakan oleh BPS sepanjang bulan Mei lalu. Karena hingga tenggat belum juga kelar, masa pencacahan diperpanjang dan pelaporan data sensus ditargetkan selesai pada pertengahan Juni ini. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta orang, proyek ini diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 3,3 triliun.
Walau tenggat telah diperpanjang, ternyata proses pencacahan tetap saja terhambat. Petugas sensus sering gagal menemui responden. Akibatnya, pelaporan data sensus ke BPS pusat pun lamban. Hingga pekan pertama bulan Juni, data hasil sensus yang sudah dilaporkan secara online ke kantor BPS baru mencapai 90 persen (228 juta jiwa).
Di lapangan, petugas sensus sering ditolak, bahkan diusir penduduk. Hal ini terutama terjadi di kota besar, seperti Jakarta. Mereka yang menolak kedatangan petugas itu kebanyakan tinggal di apartemen. Sejauh ini, dari 196 apartemen di Ibu Kota, baru 65 persen penghuninya yang bisa didata. Semakin mewah apartemen, semakin sulit penghuninya ditemui oleh petugas sensus. Bahkan ada penghuni apartemen yang terang-terangan menolak sensus dengan mengatakan kegiatan ini tidak ada gunanya.
Sikap seperti itu jelas merugikan mereka sendiri. Penduduk yang menolak sensus dipastikan tidak akan mendapat nomor identifikasi. Akibatnya, mereka tidak dimasukkan dalam setiap program yang digelar pemerintah. Hak mereka sebagai warga negara, seperti hak untuk memilih maupun dipilih dalam pemilihan umum, pun akan hilang.
Menolak sensus juga merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Menurut undang-undang ini, data statistik--antara lain diperoleh lewat sensus--penting bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan di segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Itu sebabnya, undang-undang ini memberikan sanksi yang berat bagi penduduk yang melanggar atau menghalangi kegiatan sensus. Mereka bisa diganjar hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Di sisi lain, undang-undang itu juga mengatur sanksi yang berat bagi petugas sensus yang menabrak aturan main. Misalnya mereka wajib menjaga kerahasiaan data penduduk yang dicacah. Ketentuan ini merupakan jaminan bagi penduduk bahwa informasi yang mereka berikan tidak akan disalahgunakan oleh petugas sensus.
Sesuai dengan aturan itu, mestinya BPS tidak ragu bertindak. Badan ini harus memastikan bahwa petugas sensus yang dikerahkan telah menaati aturan main. Sebaliknya, BPS juga jangan takut melaporkan penduduk yang menolak disensus kepada penegak hukum. Mereka jelas melanggar undang-undang karena mengganggu kegiatan pengumpulan data statistik yang amat penting dan berguna bagi masyarakat banyak.
Trending Now
-
MEDIA SELAYAR - Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi NasDem, H. Achmad Daeng Se’re, S.Sos., M.M., melaksanakan kunjungan kerja di Kabupaten Kep...
-
MEDIA SELAYAR - Daftar desa yang bakal menerima dana desa 2025 di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dapat diakses dalam Informa...
-
MEDIA SELAYAR - Danlantamal VI Makassar, Brigjen.TNI (Mar) Dr. Wahyudi, S. E., M. Tr. Hania., M.M., M. Ham, melakukan kunjungan kerja ke Ka...
-
MEDIA SELAYAR - Personil Satpolair Polres Kepulauan Selayar laksanakan Ramadhan berbagi dengan membagikan takjil buka puasa kepada warga ku...
-
MEDIA SELAYAR - Bank Indonesia (BI) diluncurkan Program Semarak Rupiah Ramadan dan Berkah Idul Fitri (SERAMBI) 2025 di Kabupaten Kepulauan ...