MEDIA SELAYAR. Hakikat lelang negara dalam Kepres 80/2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sangat mulia. Tujuannya, ingin meningkatkan transparansi dan kompetensi guna mewujudukan efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan negara.
Harapan lain, agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai APBN/APBD berjalan efisiensi, efektif, terbuka dan bersaing tidak diskriminatif. Justru itu, pejabat yang mendapat wewenang terkait pengadaan barang/jasa pemerintah harus profesional. Karena mereka itu, turut menentukan mutu sebuah proyek.
Penegasan tersebut ditandaskan Ketua Tim Pengkaji Undang-Undang DPP Lembaga Investigasi dan Monitoring (LIMIT), Ir Syamsuryadi kepada Upeks, Minggu (6/6) kemarin. Untuk mewujdkannya, lanjut Syamsuryadi, tentunya perlu diawali dari pejabat yang terlibat dalam kepanitiaan/pejabat pengadaan barang/jasa.
Termasuk didalamnya, pejabat yang ditunjuk selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) wajib memiliki pengakuan kompetensi terhadap jabatan itu. Kompetensi dimaksud, memiliki sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai Kepres 80/2003.
Kepres itu sesungguhnya berorientasi, mendapatkan mutu dan kualitas pekerjaan melalui lelang. Langkah tersebut harus diawali dari aparat pelaksanaan, tandas Syamsuryadi. Dibagian lain, Syamsuryadi mengingatkan, penunjukan PPK dan panitia/Pejabat pengadaan barang/jasa yang tidak kompoetitif sangat berbahaya.
Pertimbangannya, bukan hanya berimbas pada mutu pekerjaan pengadaan barang/jasa, tapi juga mengancam kerugian keuangan negara.
Selain itu, seorang PPK atau panitia/pejabat pengadaan barang dan jasa, karena kurang memahami ruang lingkup tugas fungsinya, juga sangat rentan terjerat hukum, karena bertindak diluar aturan. Misalnya, KKN dll.
Konsekwensinya, selain berpeluang merugikan negara, juga potensial menjerumnuskan diri dalam perbuatan melawan hukum. Pejabat yang demikian itu, bakal dijerat pasal kejahatan jabatan sesuai pasal 419 junto pasal 435 KUH Pidana.
Dibagian lain, diingatkan, tidaklah patut, jika seseorang yang menjabat PPK atau panitia/pejabat pengadaan barang dan jasa diangkat, hanya karena di instansi itu belum ada pejabat yang bersertifikasi keahlian. Pertimbangannya, Kepres 80/2003 menegaskan, panitia berjumlah gasal beranggotakan tiga orang.
Mereka itu harus memahami tata cara pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan dan bidang lain yang diperlukan. Baik dari unsur dalam maupun dari luar instansi bersangkutan.
Tak kalah pentingnya, tak patut pula, jika seorang pejabat PPK atau panitia/pejabat pengadaan barang/jasa, padahal yang bersangkutan belum bersertifikasi keahlian hingga batas akhir 31 Desember 2007.
Itu perlu, karena PP Nomor 06 tahun 2006 pasal 11 (2), Kepres 80/2003 pasal 52 ayat (1) dan (2) sangat jelas mengatur tentang batas akhir sertifikasi seperti yang diatur dalam UU, ujarnya, tegas Syamsuryadi mengingatkan. (arf)
Trending Now
-
MEDIA SELAYAR. Warga Dusun Polong, Desa Bungaiya Kecamatan Bontomatene digegerkan dengan penemuan potongan mayat di pesisir pantai sekitar d...
-
MEDIA SELAYAR. Potongan tubuh manusia tanpa identitas yang ditemukan warga di pesisir pantai Dusun Polong, Desa Bungaiya Kecamatan Bontomate...
-
MEDIA SELAYAR. Sulitnya mendapatkan data penerima bantuan sosial (bansos) perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan Bantuan Permakanan yan...
-
MEDIA SELAUAR. Patta Daeng (47), warga Dusun Balang Butung, Desa Balang Butung, Kecamatan Buki tewas tersambar petir, pada Minggu (22/12/202...
-
MEDIA SELAYAR. Potongan tubuh manusia tanpa identitas yang tersisa paha sebelah kiri dan kanan hingga lutut yang ditemukan warga warga di pe...