Penahanan Mappinawang yang dilakukan Kejaksaan Negeri Mamuju (Kejari) Mamuju, dinilai sebagai langkah untuk mendongkrak popularitas Kepala Kejari Mamuju, Lakamis. Pasalnya, Kejari Mamuju telah mendapat “rapor merah” dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar, karena dinilai sangat minim dalam penyelesaian kasus-kasus tindak pidana korupsi di wilayahnya.
Direktur Masyarakat Trans-paransi Sulsel (Matrass), Firdaus Paressa, mengungkapkan, sebelumnya, Kepala Kejari Mamuju, Lakamis, pernah menjalani pemeriksaan di Kejati Sulselbar akibat kinerjanya yang buruk. Pasalnya, beberapa laporan masyarakat menyangkut kasus dugaan korupsi seperti, masalah tender proyek reklamasi pantai, kasus bantuan bencana gempa, kasus aksi main sunat upah petani kakao dalam proyek gernas kakao di kantor Dinas Perkebunan dan kasus pengadaan bibit Kakao Mamuju, kasus rehab kantor Distanak Sulbar, serta kasus korupsi pengadaan pupuk tahun anggaran 2009 di Mamuju serta beberapa kasus korupsi lainnya yang masih mengendap di Kejari Mamuju karena sama sekali tidak ada yang ditindaklanjuti dan dituntaskan penanganannya.
“Beberapa LSM sudah pernah meminta Kajati untuk mencopot Lakamis karena kinerjanya yang dinilai buruk. Apalagi, Kejati sendiri sudah pernah memberikan rapor merah terhadap kinerja Lakamis. Sehingga, dengan menahan Mappinawang, dia mau mendongkrak kembali popularitasnya untuk mencapai target. Kasus ini jadi dipaksakan,” terang Firdaus, Minggu (1/5).
Ia mengungkapkan, peran Mappinawang dalam kasus itu hanyalah sebagai penasehat hukum atau pengacara KPU Mamuju. Sehingga dugaan money loundring yang dituduhkan dinilai mengada-ada.
“Saya maupun teman-teman di lembaga lain, mengenal Mappinawang sebagai pengacara yang cukup bersih, memiliki integritas dan kredibilitas terkait profesinya. Sehingga, penahanannya menjadi perbincangan, bukan hanya dikalangan para advokat tetapi masyarakat umum,” jelasnya.
Sementara, salah satu Penasehat Hukum (PH) Mappinawang, Irwan Muin, enggan berbicara banyak mengenai track record dari Lakamis. Namun, ia berjanji, akan membeberkan ke publik jika terbukti kliennya dikriminalisasi.
“Nanti saja, kami masih menunggu perkembangan dan hasil keputusan teman-teman pengacara lainnya,” ujarnya.
Terkait permohonan pengalihan penahanan Mappinawang, Irwan Muin mengatakan, jika tim PH telah mengajukannya ke Kejari Mamuju. Tetapi, pihaknya belum menerima jawaban atas permohonan yang diajukan.
“Permohonan pengalihan penahanannya sudah diajukan dan sudah dibaca oleh Kasi Pidsusnya. Tapi, kami belum menerima jawaban. Seharusnya, jika Lakamis punya kepekaan, ia akan segera berkoordinasi dengan bawahannya terkait permohonan itu,” terangnya.
Menanggapi hal itu, Kajari Mamuju, Lakamis, yang dikonfirmasi via telepon, enggan menanggapi tudingan tersebut. Termasuk, track recordnya selama menjabat sebagai jaksa.
“Saya tidak mau bahas itu,” katanya.
Terkait surat permohonan pengalihan penahanan Mappinawang, Lakamis, mengatakan dirinya belum menerima surat tersebut.
“Mappinawang yang juga pengacara senior di wilayah Sulselbar ini telah kami tahan dan kini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas II B Mamuju sejak Kamis, 28 April terkait keterlibatannya dalam dugaan kasus pencucian uang KPU Mamuju,” tegasnya.
Jika pihak tersangka memasukkan surat permintaan pengalihan penahanan, hal itu dinilai wajar dan boleh-boleh saja. Tetapi, ia mengaku, hingga kini, belum melihat surat penangguhan penahanan yang diajukan para klien tersangka.
“Saya belum bisa memberikan keterangan apakah kami akan mengabulkan permintaan pengalihan penahanan tersangka atau tidak karena saat ini pun kami belum melihat surat pengajuan klien tersangka,” katanya.
Namun demikian, kata dia, pihak Kejaksaan akan lebih cermat untuk menyikapi segala sesuatunya jika memang ada usulan pengajuan pengalihan penahanan tersangka. Pasalnya, tersangka diduga kuat terlibat kasus pencucian dana advokasi KPU saat menjadi tim pengacara gugatan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Mamuju tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi.
“Saat ini dalam Rencana Anggaran Belanja (RAB) dana advokasi hanya sebesar Rp50 juta, namun tampaknya tersangka bersama jajaran KPU mengubah besaran dana advokasi menjadi Rp250 juta kemudian sisanya dibagikan kembali ke KPU Mamuju,” jelasnya. (*)