La Tenri Ruwa Arung Palakka juga sebagai Arung Pattiro adalah sepupu We Tenri Patuppu MatinroE ri Sidenreng. Ketika Arumpone meninggal dunia, orang Bone sepakat untuk mengangkat La Tenri Ruwa menjadi Mangkau’ di Bone.
Belum cukup tiga bulan setelah menjadi Mangkau’, datanglah KaraengE ri Gowa membawa agama Islam ke Bone. Orang Gowa membuat benteng di Cellu dan Palette. Berkatalah Arumpone kepada orang Bone ;
”Kalian telah mengangkat saya menjadi Mangkau’ untuk membawa Bone kepada jalan yang baik. KaraengE ri Gowa datang membawa agama Islam yang menurutnya adalah kebaikan. Sesuai dengan perjanjian kita yang lalu, siapa yang mendapatkan kebaikan, dialah yang menunjukkan jalan. Oleh karena itu saya mengajak kalian untuk menerima Islam”.
KaraengE ri Gowa berkata ; ”Menurutku Islam adalah kebaikan dan dapat mendatangkan cahaya terang bagi kita. Oleh karena itu saya berpegang pada agama Nabi. Kalau engkau menerima pendapatku, maka Bone dan Gowa akan menjadi besar untuk bersembah kepada Dewata SeuwaE (Allah SWT).
Berkata lagi Arumpone kepada orang banyak ; ’Kalau kalian tidak menerima baik maksud KaraengE padahal dia benar, dia pasti masih memerangi kita dan kalau kita kalah berarti kita menjadi hamba namanya. Tetapi kalau kalian menerima dengan baik, kita dijanji untuk berdamai. Kalau kita melawan, itu adalah wajar. Jangan kalian menyangka bahwa saya tidak mampu untuk melawannya”.
Ketika itu semua orang Bone menolak Islam. Arumpone La Tenri Ruwa hanya diam, karena dia sudah tahu bahwa orang Bone berpendapat lain. Pergilah Arumpone ke Pattiro dan hanya diikuti oleh keluarga dekatnya. Sesampainya di Pattiro, ia mengajak lagi orang Pattiro untuk menerima agama Islam. Ternyata orang Pattiro juga menolak.
Akhirnya Arumpone naik ke SalassaE (istana) bersama keluarga dan hambanya. Ketika Arumpone ke Pattiro, orang Bone sepakat untuk menjatuhkan La Tenri Ruwa sebagai Arumpone. Diutuslah La Mallalengeng To Alaungeng ke Pattiro untuk menemui Arumpone. Kepada Arumpone La Mallalengeng menyampaikan ; ”Saya disuruh oleh orang Bone untuk menyampaikan bahwa bukan lagi orang Bone yang menolak engkau sebagai Mangkau’, tetapi engkau sendiri yang menolak kami semua, karena pada saat Bone menghadapi musuh besar, engkau lalu meninggalkannya”.
Arumpone menjawab: “Saya menyangkal bahwa saya meninggalkan orang Bone, saya hanya menunjukkan jalan kebaikan dan cahaya yang terang. Tetapi kalian tidak mau mengikutinya dan lebih suka memilih jalan kegelapan. Makanya saya pergi memilih jalan kebaikan dan cahaya yang terang itu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya”.
Ketika To Alaungeng kembali ke Bone, Arumpone La Tenri Ruwa menyuruh salah seorang keluarganya ke Pallette untuk bertemu dengan KaraengE ri Gowa yang sementara berkedudukan di Pallette. Begitu pula KaraengE menyuruh Karaeng Pettu ke Pattiro menemui Arumpone. Sesampainya Karaeng Pettu di Pattiro dan bertemu Arumpone, tiba-tiba tempatnya bertemu itu dikepung oleh orang Pattiro bersama orang SibuluE. Arumpone sekeluarga bersama Karaeng Pettu meninggalkan tempat menuju ke puncak gunung Maroanging.
Setelah itu, pergilah Arumpone menemui KaraengE ri Gowa, sementara Karaeng Pettu tinggal menjaga Pattiro. Di Pallette Arumpone La Tenri Ruwa ditanya oleh KaraengE ri Gowa ; ”Sampai dimana batas kekuasaanmu. Sebab saya tahu bahwa Bone adalah milikmu, sementara menurut berita bahwa akkarungeng telah berpindah di Bone”. Arumpone menjawab ; ”Yang menjadi milikku adalah Palakka dan Pattiro begitu juga Awampone. Kalau Mario Riwawo adalah milik isteriku”.
Berkata lagi KaraengE ; ”Sekarang ucapkanlah syahadat, biar Palakka, Pattiro dan Awampone saja yang menerima Islam. Untuk Bone biarkan saja tidak bertuan, Gowa tidak akan memperhambamu”. Arumpone menjawab ; ”Karena saya akan mengucapkan syahadat, sehingga saya kemari”.
Selanjutnya KaraengE ri Gowa berkata ; ”Saya juga tahu bahwa Pallette ini adalah milikmu, tetapi kebetulan tempat berdirinya bentengku. Oleh karena itu saya menganggapnya sebagai milikku, namun saya berikan kembali kepadamu”.
Kemudian KaraengE ri Gowa, Karaeng Tallo dan Arumpone berikrar ; Pertama diucapkan oleh KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo ; ” Inilah yang akan dipersaksikan kepada Dewata SeuwaE bahwa bukanlah turunan KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo yang kelak akan mengganggu hak-hakmu. Kalau ada kesulitan yang engkau hadapi, bukalah pintumu untuk kami masuk pada kesulitan itu”. Lalu Arumpone menjawab ; ”Wahai Karaeng, ikat padiku tidak akan terbuka, tidak sempurna pula kehidupanku dan apa yang ada dalam pikiranku. Kalau ada kesulitan yang menimpa Tanah Gowa, biar sebatang bambu yang dibentangkan, kami akan melaluinya untuk datang membantumu sampai kepada anak cucumu dan anak cucuku, asalkan tidak melupakan perjanjian ini”.
Setelah ketiganya mengucapkan ikrar, kembalilah Arumpone La Tenri Ruwa ke Pattiro. Lima hari setelah perjanjian itu diucapkan bersama, dibakarlah Bone oleh orang Gowa. Menyerahlah orang-orang Bone dan mengucapkan syahadat. Kemudian KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya.
Sejak La Tenri Ruwa meninggalkan Bone dan berada di Pattiro, sejak itu pula orang Bone menganggapnya bahwa dia bukan lagi Mangkau’ di Bone. Kesepakatan orang Bone adalah mengangkat anak dari MatinroE ri Sapananna (addenenna) yang pada saat itu menjadi Arung Timurung yang bernama La Tenri Pale To Akkeppeang. Adapun La Tenri Ruwa setelah KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya, diusir oleh orang Bone agar meninggalkan Bone. Arumpone inilah yang dianggap mula-mula menerima agama Islam dari KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo.
La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng berangkat ke Su’ (Mangkasar) dan tinggal pada Dato’ ri Bandang. Ia pun diberi nama Arab yaitu Sultan Adam. Disuruhlah memilih tempat oleh Dato’ dan KaraengE ri Gowa. Tempat yang dipilihnya adalah Bantaeng dan di Bantaenglah ia meninggal, oleh karena itu dinamakan MatinroE ri Bantaeng.
Bila terdapat kekeliruan dalam penulisan silahkan Kontak Redaksi kami Untuk Klarifikasi
KaraengE ri Gowa berkata ; ”Menurutku Islam adalah kebaikan dan dapat mendatangkan cahaya terang bagi kita. Oleh karena itu saya berpegang pada agama Nabi. Kalau engkau menerima pendapatku, maka Bone dan Gowa akan menjadi besar untuk bersembah kepada Dewata SeuwaE (Allah SWT).
Berkata lagi Arumpone kepada orang banyak ; ’Kalau kalian tidak menerima baik maksud KaraengE padahal dia benar, dia pasti masih memerangi kita dan kalau kita kalah berarti kita menjadi hamba namanya. Tetapi kalau kalian menerima dengan baik, kita dijanji untuk berdamai. Kalau kita melawan, itu adalah wajar. Jangan kalian menyangka bahwa saya tidak mampu untuk melawannya”.
Ketika itu semua orang Bone menolak Islam. Arumpone La Tenri Ruwa hanya diam, karena dia sudah tahu bahwa orang Bone berpendapat lain. Pergilah Arumpone ke Pattiro dan hanya diikuti oleh keluarga dekatnya. Sesampainya di Pattiro, ia mengajak lagi orang Pattiro untuk menerima agama Islam. Ternyata orang Pattiro juga menolak.
Akhirnya Arumpone naik ke SalassaE (istana) bersama keluarga dan hambanya. Ketika Arumpone ke Pattiro, orang Bone sepakat untuk menjatuhkan La Tenri Ruwa sebagai Arumpone. Diutuslah La Mallalengeng To Alaungeng ke Pattiro untuk menemui Arumpone. Kepada Arumpone La Mallalengeng menyampaikan ; ”Saya disuruh oleh orang Bone untuk menyampaikan bahwa bukan lagi orang Bone yang menolak engkau sebagai Mangkau’, tetapi engkau sendiri yang menolak kami semua, karena pada saat Bone menghadapi musuh besar, engkau lalu meninggalkannya”.
Arumpone menjawab: “Saya menyangkal bahwa saya meninggalkan orang Bone, saya hanya menunjukkan jalan kebaikan dan cahaya yang terang. Tetapi kalian tidak mau mengikutinya dan lebih suka memilih jalan kegelapan. Makanya saya pergi memilih jalan kebaikan dan cahaya yang terang itu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi-Nya”.
Ketika To Alaungeng kembali ke Bone, Arumpone La Tenri Ruwa menyuruh salah seorang keluarganya ke Pallette untuk bertemu dengan KaraengE ri Gowa yang sementara berkedudukan di Pallette. Begitu pula KaraengE menyuruh Karaeng Pettu ke Pattiro menemui Arumpone. Sesampainya Karaeng Pettu di Pattiro dan bertemu Arumpone, tiba-tiba tempatnya bertemu itu dikepung oleh orang Pattiro bersama orang SibuluE. Arumpone sekeluarga bersama Karaeng Pettu meninggalkan tempat menuju ke puncak gunung Maroanging.
Setelah itu, pergilah Arumpone menemui KaraengE ri Gowa, sementara Karaeng Pettu tinggal menjaga Pattiro. Di Pallette Arumpone La Tenri Ruwa ditanya oleh KaraengE ri Gowa ; ”Sampai dimana batas kekuasaanmu. Sebab saya tahu bahwa Bone adalah milikmu, sementara menurut berita bahwa akkarungeng telah berpindah di Bone”. Arumpone menjawab ; ”Yang menjadi milikku adalah Palakka dan Pattiro begitu juga Awampone. Kalau Mario Riwawo adalah milik isteriku”.
Berkata lagi KaraengE ; ”Sekarang ucapkanlah syahadat, biar Palakka, Pattiro dan Awampone saja yang menerima Islam. Untuk Bone biarkan saja tidak bertuan, Gowa tidak akan memperhambamu”. Arumpone menjawab ; ”Karena saya akan mengucapkan syahadat, sehingga saya kemari”.
Selanjutnya KaraengE ri Gowa berkata ; ”Saya juga tahu bahwa Pallette ini adalah milikmu, tetapi kebetulan tempat berdirinya bentengku. Oleh karena itu saya menganggapnya sebagai milikku, namun saya berikan kembali kepadamu”.
Kemudian KaraengE ri Gowa, Karaeng Tallo dan Arumpone berikrar ; Pertama diucapkan oleh KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo ; ” Inilah yang akan dipersaksikan kepada Dewata SeuwaE bahwa bukanlah turunan KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo yang kelak akan mengganggu hak-hakmu. Kalau ada kesulitan yang engkau hadapi, bukalah pintumu untuk kami masuk pada kesulitan itu”. Lalu Arumpone menjawab ; ”Wahai Karaeng, ikat padiku tidak akan terbuka, tidak sempurna pula kehidupanku dan apa yang ada dalam pikiranku. Kalau ada kesulitan yang menimpa Tanah Gowa, biar sebatang bambu yang dibentangkan, kami akan melaluinya untuk datang membantumu sampai kepada anak cucumu dan anak cucuku, asalkan tidak melupakan perjanjian ini”.
Setelah ketiganya mengucapkan ikrar, kembalilah Arumpone La Tenri Ruwa ke Pattiro. Lima hari setelah perjanjian itu diucapkan bersama, dibakarlah Bone oleh orang Gowa. Menyerahlah orang-orang Bone dan mengucapkan syahadat. Kemudian KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya.
Sejak La Tenri Ruwa meninggalkan Bone dan berada di Pattiro, sejak itu pula orang Bone menganggapnya bahwa dia bukan lagi Mangkau’ di Bone. Kesepakatan orang Bone adalah mengangkat anak dari MatinroE ri Sapananna (addenenna) yang pada saat itu menjadi Arung Timurung yang bernama La Tenri Pale To Akkeppeang. Adapun La Tenri Ruwa setelah KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo kembali ke negerinya, diusir oleh orang Bone agar meninggalkan Bone. Arumpone inilah yang dianggap mula-mula menerima agama Islam dari KaraengE ri Gowa dan Karaeng Tallo.
La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng berangkat ke Su’ (Mangkasar) dan tinggal pada Dato’ ri Bandang. Ia pun diberi nama Arab yaitu Sultan Adam. Disuruhlah memilih tempat oleh Dato’ dan KaraengE ri Gowa. Tempat yang dipilihnya adalah Bantaeng dan di Bantaenglah ia meninggal, oleh karena itu dinamakan MatinroE ri Bantaeng.
Bila terdapat kekeliruan dalam penulisan silahkan Kontak Redaksi kami Untuk Klarifikasi