MEDIA SELAYAR. Jelang Natal dan Tahun Baru 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI merilis temuan produk kadaluarsa di Sulsel terbanyak di Indonesia. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember. Sulsel menjadi daerah dengan temuan pangan terbanyak, yakni 25.481 pcs. Begitupun dengan pangan rusak sebanyak 6.123 pcs.
Ia mengatakan bahwa temuan pangan kadaluarsa ini belum semuanya di sampaikan ke publik. Dan temuan tersebut merupakan hasil kerja BPOM di sejumlah wilayah di tanah air.
“Ini baru setengah jalan, yakni per 19 Desember. Memang secara keseluruhan temuannya besar, mencapai 188.768 kemasan dengan 5.415 item. Nilainya mencapai Rp3,97 miliar,” bebernya.
Penny berharap temuan ini menjadi tindak lanjut bagi kabupaten/kota. Selama ini banyak rekomendasi yang mereka teruskan ke pemerintah daerah, untuk memindaki produsen tanpa izin dan menyalahi aturan. Hanya saja, kondisinya memiriskan.
Pihaknya berupaya, agar selain pembinaan ada efek jera. Selain itu, saat ini pengurusan registrasi produk kian dipermudah. Hanya lima hari kerja, belum lagi khusus UMKM ada potongan biaya hingga 50 persen. Biayanya pun murah.
“Sangat minim rekomendasi kami yang dilanjutkan. Makanya saat ini kami sementara berfikir, sanksi seperti apa yang lebih membuat mereka berhenti. Karena temuan ini cukup besar,” tambah Penny.
Sementara itu Kepala BPOM Sulsel Abdul Rahim kepada media tak membantah akan banyaknya temuan tersebut. Temuan produk pangan kedaluwarsa dan rusak paling banyak dilakukan oleh kantor cabang BPOM di Palopo.
Mereka menemukan lokasi penyimpanan produk di wilayah Palopo dan Luwu Raya, yang memang merupakan produk tak layak konsumsi. Pun semuanya telah disita oleh BPOM kemudian ada rekomendasi ke pemda untuk menyetop sementara toko yang ditemukan melanggar.
“Upaya ini sudah kami lakukan. Semua telah kami sita, dan tak boleh lagi dijual. Cuma soal pencabutan izin itu kewenangan pemerintah setempat. Kami hanya rekomendasi,” tambahnya.
BPOM RI juga akan turun memberikan pengawasan kepada toko E-Commerce yang memperdagangkan pangan, kosmetik, dan obat. Kata dia, dominan penjualan dengan sistem daring tersebut belum berizin. Terutama untuk kodmetik, yang tak jelas izin edarnya. Lebih dari 50 persen yang tak berizin, justru dari produk kosmetik. (*)