Foto Adalah Dokumentasi Baim Strike Sebelum Pandemi COVID-19 |
OPINI. Saya bukan ahli virus, saya juga bukan dokter, dan sayapun bukan pemerintah, jadi pembaca bebas mau menilai, masuk akal atau tidak dan atau mau menilai opini dengan apapun itu, bebaslah....
Ada prediksi yang sempat keluar saat menjelang bulan Ramdhan yang mengatakan bahwa akan banyak yang positif Covid pada bulan puasa dan setelah lebaran. Prediksi itu masuk akal, jika kita berfikir bahwa Covid itu mematikan dan tidak bisa sembuh.
Kemudian anjuran pemerintahpun lahir untuk seluruh masyarakat agar tidak melakukan Sholat Idul Fitri di lapangan dan dihimbau untuk Sholat dirumah masing-masing, tetap jaga jarak dan tidak melakukan silaturahmi secara langsung.
Tapi melihat kondisi di Selayar saat lebaran kemarin, ternyata banyak masyarakat yang sholat dilapangan dan di masjid-masjid yang telah ditentukan oleh pemerintah Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan dan Desa.
Pagi itu 26 Mei 2020 saya akan mencoba melihat perubahan berpikir masyarakat Selayar terkait Covid 19 ini. Di salah satu warkop yang ada di Benteng, terlihat padat dan saya mencoba untuk masuk mendengar pembahasan masing-masing pengunjung warkop diskusikan.
Dan ....sesuai prediksi bahwa pembahasan masih sekitar Covid 19serta dampak yang masing-masing orang (pengunjung maksud penulis) rasakan. Masing-masing pengunjung seolah lantang mengatakan bahwa "o..apa bahayana Covid 19/Corona sikang..?"
Sayapun hanya tersenyum dan berusaha menjadi pendengar yang baik pagi ini.
Warkop ini terasa menggelegar akibat jawaban masing-masing pengunjung.
Ada yang menjawab "o tide'ja bahayana",
"O politik ja "
"O Bisnis ja"
"O mamarica dan papachi**ja"
"Masa geleko yakin ri takdir"
Dan banyak lagi jawaban yang seolah menilai Covid ini tidak menakutkan dan berbahaya seperti halnya penerapan SOP Covid iti sendiri
Saya kembali berpikir bahwa dampak dari silaturahmi antar sesama manusia khususnya sesama Muslim saat lebaran ternyata melahirkan perubahan pandangan masyarakat terkait Covid itu sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan masing-masing pengunjung yang silih berganti menceritakan hasil diskusi kecil mereka bersama keluarga saat silaturahmi itu berlangsung.
Artinya melalui silaturahmi banyak masyarakat yang semakin berani mengatakan bahwa Covid ini tidak berbahaya, dan itu karena mereka mendapat informasi dari saling tukar pendapat dan sesuai penilaian masing-masing.
Melalui silaturahmi masing-masing individu saling menguatkan dan hal itu membuat rasa khawatir akan Covid berlahan turun dan bahkan hilang.
Hal itu adalah perkembangan yang luar biasa. Karena kekhawatiran bisa hilang, pikiran pun tidak selalu terhantui dengan rasa takut akan bahaya Covid-19.
Ketakutan masyarakat Indonesia bisa dikatakan lahir dari silaturahmi, diskusi dan saling tukar pikiran.
Itu adalah kekuatan terbesar kita.
Tapi apakah kita sadar bahwa melalui pembatasan, stay at home dan jaga jarak ternyata tujuannya adalah agar menghilangkan sumber kekuatan kita sebagai bangsa Indonesia ?
Sesuai dengan sila ketiga Pancasila yaitu " Persatuan Indonesia.
Bercerai kita runtuh, bersatu kita teguh. #tetap_jaga_kesehatan
Penulis : Ibrahim (Baim Strike)
Pemerhati Pembangunan Dan Aktivis Lingkungan