Buntut penutupan jalan tersebut sejumlah media memberitakan perihal penyegelan dan turunnya Forkopinda ke lokasi kejadian di Desa Buki.
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kepulauan Selayar, melakukan kunjungan langsung ke kantor Desa Buki, Kecamatan Buki yang disegel oleh dua warga yang mengakui tanah tempat bangunan kantor Desa Buki, adalah tanah warisan orang tuanya, Kamis, (24/9/2020) seperti dikutip dari sejumlah media.
Unsur Forkopimda yang turun diantaranya, selain Sekda Kabupaten Kepulauan Selayar Dr. Ir. H. Marjani Sultan, M Si, Kapolres AKBP. Temmangnganro Machmud, S Ik, Dandim 1415 Selayar, Letkol Kav. Ady Priatna dan Kajari, Ady Nuryadin Sucipto, SH, MH.
Setelah melihat langsung kondisi kantor Desa Buki yang di segel warga, diantaranya pintu masuk ditutup/disegel dengan menggunakan seng juga memasang balok sejak Rabu, 23 September 2020 seperti dikutip dari media yang mengangkat berita sebelumnya.
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kepulauan Selayar, melakukan kunjungan langsung ke kantor Desa Buki, Kecamatan Buki yang disegel oleh dua warga yang mengakui tanah tempat bangunan kantor Desa Buki, adalah tanah warisan orang tuanya, Kamis, (24/9/2020) seperti dikutip dari sejumlah media.
Unsur Forkopimda yang turun diantaranya, selain Sekda Kabupaten Kepulauan Selayar Dr. Ir. H. Marjani Sultan, M Si, Kapolres AKBP. Temmangnganro Machmud, S Ik, Dandim 1415 Selayar, Letkol Kav. Ady Priatna dan Kajari, Ady Nuryadin Sucipto, SH, MH.
Setelah melihat langsung kondisi kantor Desa Buki yang di segel warga, diantaranya pintu masuk ditutup/disegel dengan menggunakan seng juga memasang balok sejak Rabu, 23 September 2020 seperti dikutip dari media yang mengangkat berita sebelumnya.
Dikonfirmasi Pewarta, Sabtu (26/9) Andi Mirta Tahir salah seorang yang ikut dalam penutupan jalan masuk kantor desa Buki dan mengakui Ia merupakan ahli waris tanah lokasi pembangunan kantor desa Buki, membenarkan perihal kejadian penutupan jalan masuk, karena menurutnya, sudah jelas lahan pembangunan kantor desa tersebut adalah hak waris dari leluhur dan orang tuanya, sementara ada warga yang kemudian mengklaim dan mengakui bahwa itu adalah tanahnya yang dibanguni kantor desa.
Kami sekeluarga kesal karena sudah jelas lahan itu dari orang tua kami, yang digunakan dan dibanguni kantor desa Buki, tiba-tiba kami dengar ada yang mengklaim, makanya kami tutup.
Sebelumnya kami telah berupaya bertemu Kepala Desa Buki, namun tidak berhasil.
Kami juga sudah bersurat kepada Kepala Desa Buki pada 21 September 2020 namun juga tidak mendapat tanggapan.
Kami ini masyarakat pasti taat pada aturan, sementara kami sudah lalui aturan tapi tidak pernah mendapat tanggapan, jelasnya kepada Pewarta.
Kami juga sudah bersurat kepada Kepala Desa Buki pada 21 September 2020 namun juga tidak mendapat tanggapan.
Kami ini masyarakat pasti taat pada aturan, sementara kami sudah lalui aturan tapi tidak pernah mendapat tanggapan, jelasnya kepada Pewarta.
Berkaitan dengan pemberitaan di media online mengenai kejadian di kantor desa Buki, menurut kami pemberitaan tersebut sangat tidak berimbang karena tidak ada sepotong kalimatpun hasil konfirmasi ke kami sebagai pihak yang diberitakan.
Aparat pemerintah menganggap kami semena- mena dalam melakukan penutupan kantor desa tersebut, untuk itu pada kesempatan ini perlu kami luruskan.
Bahwa kejadian bermula dengan adanya beberapa warga yang mengklaim tanah atau lahan warisan leluhur kami yang terletak di Baruyya desa Buki.
Oleh karena itu, kami sebagai ahli waris dengan itikad baik mendatangi yang terhormat Kepala Desa Buki pada tanggal 12 September 2020 di rumahnya, untuk dilakukan mediasi guna meluruskan semua permasalahan tanah atau lahan warisan kami yang ditempati oleh warga Baruyya desa Buki, termasuk ingin menyampaikan masalah tanah yang ditempati oleh kantor desa Buki.
Namun pada saat itu Kepala Desa Buki tidak dapat kami temui, sehingga kami berinisiatif untuk mendatangi kediaman Sekretaris Desa Buki yang Alhamdulillah Bapak Sekdes bersedia menemui kami guna membicarakan hal tersebut diatas.
Aparat pemerintah menganggap kami semena- mena dalam melakukan penutupan kantor desa tersebut, untuk itu pada kesempatan ini perlu kami luruskan.
Bahwa kejadian bermula dengan adanya beberapa warga yang mengklaim tanah atau lahan warisan leluhur kami yang terletak di Baruyya desa Buki.
Oleh karena itu, kami sebagai ahli waris dengan itikad baik mendatangi yang terhormat Kepala Desa Buki pada tanggal 12 September 2020 di rumahnya, untuk dilakukan mediasi guna meluruskan semua permasalahan tanah atau lahan warisan kami yang ditempati oleh warga Baruyya desa Buki, termasuk ingin menyampaikan masalah tanah yang ditempati oleh kantor desa Buki.
Namun pada saat itu Kepala Desa Buki tidak dapat kami temui, sehingga kami berinisiatif untuk mendatangi kediaman Sekretaris Desa Buki yang Alhamdulillah Bapak Sekdes bersedia menemui kami guna membicarakan hal tersebut diatas.
Oleh Bapak Sekdes menyanggupi untuk menyampaikan hal tersebut kepada Kepala Desa Buki untuk dilakukan pertemuan bersama dengan warga yang telah mengklaim tanah atau lahan warisan kami, jelasnya lagi.
Pada tanggal 13 September 2020, Kepala Desa Buki menghubungi via telpon salah satu ahli waris yang bernama Andi Mirta Tahir yang menyampaikan bahwa kepala desa Buki bersedia untuk menentukan waktu pertemuan bersama dengan warga yang dimaksud,
Namun sampai satu pekan kami tidak mendapat kabar dari kepala desa Buki sehingga kami bersurat resmi pada tanggal 21 September 2020 yang ditujukan kepada Kepala Desa Buki.
Namun, surat itupun tidak ditanggapi oleh Kepala Desa Buki, dan menurut informasi yang kami terima, oleh Camat Buki telah menyampaikan kepada Kepala Desa Buki untuk dilakukan pertemuan pada hari Kamis tanggal 24 September 2020.
Pada tanggal 13 September 2020, Kepala Desa Buki menghubungi via telpon salah satu ahli waris yang bernama Andi Mirta Tahir yang menyampaikan bahwa kepala desa Buki bersedia untuk menentukan waktu pertemuan bersama dengan warga yang dimaksud,
Namun sampai satu pekan kami tidak mendapat kabar dari kepala desa Buki sehingga kami bersurat resmi pada tanggal 21 September 2020 yang ditujukan kepada Kepala Desa Buki.
Namun, surat itupun tidak ditanggapi oleh Kepala Desa Buki, dan menurut informasi yang kami terima, oleh Camat Buki telah menyampaikan kepada Kepala Desa Buki untuk dilakukan pertemuan pada hari Kamis tanggal 24 September 2020.
Akan tetapi Kepala Desa Buki tidak pernah menyampaikan pesan tersebut kepada kami.
Sehingga pada tanggal 23 September 2020, kami menutup lahan milik kami tersebut.
Dan, pada tanggal 24 September 2020 kami mendapat informasi bahwa penutupan tersebut telah dibuka kembali oleh aparat pemerintahan, Sayangnya karena kami tidak diberi ruang untuk bisa menjelaskan duduk awal dan kami merasa tidak beri ruang untuk bisa meluruskan hal ini.
Terkait lahan atau tanah yang ditempati membangun Kantor Desa Buki yang merupakan peninggalan atau milik leluhur kami, yang ada saat itu memimpin pemerintahan Opu Buki dari Mappadjulu Daeng Masinna yang memerintah pada tahun 1887, dan Opu Buki Baso Daeng Biraeng ( Opu Etang ) yang memerintah pada tahun 1909, dimana keduanya menempati rumah adat yang disebut Sapo Lohe di lahan atau tanah tersebut.
Kemudian, rumah adat atau Sapo Lohe tersebut dipindahkan ke sebelah selatannya yang sampai saat ini masih kami gunakan, akan tetapi lahan yang ditinggal tetap dikuasi oleh leluhur dan orang tua kami.
Pada lahan tersebut terdapat beberapa pohon kelapa dan tumbuhan lain yang masih produktif dan dipanen secara berkala oleh nenek dan orang tua kami.
Pada tahun 1970-an, pemerintah Bupati Kepala Daerah Selayar menyampaikan kepada nenek dan orang tua kami untuk meminta izin membangun kantor desa Buki.
Seiring berjalannya waktu pada tahun 2007 orang tua kami yang bernama Baso Opu Karaeng Patoro diundang ke Kantor Desa Buki guna menandatangani Berita Acara Kepemilikan Tanah Pemerintahan Opu Buki, dimana saat itu orang tua kami tidak mengetahui bahwa berita acara yang ditandatangi tersebut akan digunakan sebagai alas hak untuk penerbitan setifikat,
Kami baru mengetahui setelah kejadian penutupan kantor desa Buki tersebut, bahwa telah terbit sertifikat Hak Pakai
Yang mana nenek dan orang tua kami hanya mengizinkan untuk membangun kantor desa namun bukan untuk menerbitkan sertifikat.
Mengingat telah dipergunakannya lahan tersebut sebagai kantor desa Buki sejak puluhan tahun yang lalu sampai dengan saat ini, kami sebagai ahli waris meminta kembali lahan atau tanah milik leluhur dan orang tua kami, untuk tidak pergunakan kembali oleh pemerintahan Desa Buki.
Demikian yang kami sampaikan untuk dipahami dipahami dan diperhatikan.
Sehingga pada tanggal 23 September 2020, kami menutup lahan milik kami tersebut.
Dan, pada tanggal 24 September 2020 kami mendapat informasi bahwa penutupan tersebut telah dibuka kembali oleh aparat pemerintahan, Sayangnya karena kami tidak diberi ruang untuk bisa menjelaskan duduk awal dan kami merasa tidak beri ruang untuk bisa meluruskan hal ini.
Terkait lahan atau tanah yang ditempati membangun Kantor Desa Buki yang merupakan peninggalan atau milik leluhur kami, yang ada saat itu memimpin pemerintahan Opu Buki dari Mappadjulu Daeng Masinna yang memerintah pada tahun 1887, dan Opu Buki Baso Daeng Biraeng ( Opu Etang ) yang memerintah pada tahun 1909, dimana keduanya menempati rumah adat yang disebut Sapo Lohe di lahan atau tanah tersebut.
Kemudian, rumah adat atau Sapo Lohe tersebut dipindahkan ke sebelah selatannya yang sampai saat ini masih kami gunakan, akan tetapi lahan yang ditinggal tetap dikuasi oleh leluhur dan orang tua kami.
Pada lahan tersebut terdapat beberapa pohon kelapa dan tumbuhan lain yang masih produktif dan dipanen secara berkala oleh nenek dan orang tua kami.
Pada tahun 1970-an, pemerintah Bupati Kepala Daerah Selayar menyampaikan kepada nenek dan orang tua kami untuk meminta izin membangun kantor desa Buki.
Seiring berjalannya waktu pada tahun 2007 orang tua kami yang bernama Baso Opu Karaeng Patoro diundang ke Kantor Desa Buki guna menandatangani Berita Acara Kepemilikan Tanah Pemerintahan Opu Buki, dimana saat itu orang tua kami tidak mengetahui bahwa berita acara yang ditandatangi tersebut akan digunakan sebagai alas hak untuk penerbitan setifikat,
Kami baru mengetahui setelah kejadian penutupan kantor desa Buki tersebut, bahwa telah terbit sertifikat Hak Pakai
Yang mana nenek dan orang tua kami hanya mengizinkan untuk membangun kantor desa namun bukan untuk menerbitkan sertifikat.
Terkait sertifikat Hak Pakai tersebut, kami merasa telah dirugikan. Dan sudah sewajarnyalah jika Pemerintah bisa melindungi hak-hak rakyatnya dan tentu tidak akan merugikan rakyatnya.
Mengingat telah dipergunakannya lahan tersebut sebagai kantor desa Buki sejak puluhan tahun yang lalu sampai dengan saat ini, kami sebagai ahli waris meminta kembali lahan atau tanah milik leluhur dan orang tua kami, untuk tidak pergunakan kembali oleh pemerintahan Desa Buki.
Demikian yang kami sampaikan untuk dipahami dipahami dan diperhatikan.
Dari hasil penelusuran Pewarta kemudian juga ditemui keganjilan yang membutuhkan konfirmasi ke pihak Pemerintah terkait Pertanahan, dimana pada halaman akhir sertifikat yang dikeluarkan untuk hak pakai diduga ditanda tangani oleh para saksi dan kepala desa sebelumnya bukan untuk penerbitan sertifikat hak pakai, namun sebagai persaksian atas hak asal usul tanah tersebut, bila ditilik dari isi pernyataan kepala desa.
Sementara itu, dikutip dari pemberitaan media sebelumnya, Kepala Desa Buki Zainuddin mengatakan melalui media bahwa lokasi tempat bagunan kantor Desa Buki, sudah memiliki sertifikat dan sudah puluhan tahun digunakan sebagai Kantor Desa dan baru kali ini dipermasalahkan oleh pak Andi Marta Tahir dan Andi Erwin.
Kami sebagai pemerintah Desa Buki serta tokoh masyarakat dan tokoh agama berharap agar permasalahan ini tidak terulang dikemudian hari.
Kami sebagai pemerintah Desa Buki serta tokoh masyarakat dan tokoh agama berharap agar permasalahan ini tidak terulang dikemudian hari.
Sebelumnya juga dikutip melalui media, bahwa Kapolres Kepulauan Selayar AKBP Temmangnganro Machmud, S.IK, MH, memberikan arahan kepada masyarakat agar dapat menahan diri degan tidak mengambil tindakan yang sewenang wenang.
Kapolres Temmangnganro, juga mengatakan bahwa setiap permasalahan bisa diselesaikan sesuai koridor hukum yang ada atau dengan cara musyawarah dengan baik bersama pemerintah desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mencari selusi tanpa harus menutup kantor karena pelayanan kepada masyarakat bisa terganggu dan juga mengingat sebentar lagi akan dilaksanakan pemilukada.
Kapolres Temmangnganro, juga mengatakan bahwa setiap permasalahan bisa diselesaikan sesuai koridor hukum yang ada atau dengan cara musyawarah dengan baik bersama pemerintah desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk mencari selusi tanpa harus menutup kantor karena pelayanan kepada masyarakat bisa terganggu dan juga mengingat sebentar lagi akan dilaksanakan pemilukada.
(Tim).