MEDIA SELAYAR. Dilansir dari media online nasional terkait penemuan drone laut di Kepulauan Selayar, Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Yudo Margono angkat bicara.
Kepala Staf TNI AL ini juga menyebut kalau negara asal dari drone ini belum diketahui secara pasti dan menunggu hingga drone tersebut dibongkar dan dicari tahu asalnya. Seperti dikutip dari siaran TV One Kabar Siang (4/1).
Melalui CNN dikutip bahwa Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono memberi tenggat waktu satu bulan kepada Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) untuk meneliti Seaglider atau diduga drone laut yang ditemukan seorang nelayan di wilayah perairan Selayar, Sulawesi Selatan pada 26 Desember 2020.
Yudo menyebut Pushidrosal bisa bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi hingga Kementerian Pertahanan untuk mengetahui asal Seaglider dan kegunaan alat yang bisa memantau keadaan bawah laut itu.
"Saya beri waktu satu bulan Pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," kata Yudo saat menyampaikan konferensi pers di Gedung Pushidrosal, Ancol, Jakarta Utara, Senin (4/1).
Saat ini Yudo mengaku belum bisa memastikan asal mula Seaglider itu. Apalagi, kata Yudo, dalam tubuh alat tersebut juga tidak terdeteksi tulisan apapun yang bisa menentukan negara asal peralatan bawah laut itu.
"Jadi tidak ada tulisan apapun di sini. Kita tidak rekayasa bahwa yang kita temukan seperti itu, masih persis seperti yang ditemukan nelayan tersebut kita bawa ke sini," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, belum ada negara manapun yang mengklaim atas kepemilikan Seaglider tersebut setelah hampir satu bulan penemuan.
Pihaknya akan segera melaporkan temuan tersebut ke Kementerian Luar Negeri agar dapat dikomunikasikan ke negara-negara yang memang diketahui mengoperasikan dan menggunakan alat tersebut.
"Sampai saat ini juga tidak ada negara yang mengklaim ini punya siapa. Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kementerian Luar Negeri untuk penemuan ini," tuturnya.
Yudo sendiri mengaku belum berkomunikasi dengan negara-negara pengoperasi alat tersebut. Namun mestinya, kata Yudo, dengan banyaknya publikasi dari media sudah ada negara yang merasa memiliki alat yang ditemukan mengapung di wilayah teritori Indonesia.
"Saya yakin negara lain sudah tahu itu punya siapa dan sebagainya, pasti sudah nyampe ke negara yang memiliki peralatan seperti ini," kata dia.
"Tentunya nanti kita tunggu, apakah ada melalui Kemlu yang mengklaim ini," sambungnya.
Sebelumnya, seorang nelayan Indonesia menemukan benda mirip rudal lengkap dengan kamera di dalamnya di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan saat malam Natal kemarin.
Ahli pertahanan dan keamanan Australian Strategic Policy Institute, Malcolm Davis menduga benda tersebut adalah drone bawah laut yang dikirim China untuk memahami oseanografi dan sifat batimetri bawah laut wilayah tersebut.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk tidak menganggap remeh penemuan UUV (unmanned underwater vehicle) itu.
Drone tersebut diduga milik China. Pemerintah diminta segera menetapkan langkah-langkah strategis terkait hal itu.
"Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan ketiga UUV beberapa waktu yang lalu. Jangan sampai konsentrasi menghadapi Covid-19 kemudian mengurangi Kewaspadaan Nasional terhadap bahaya perang besar di Laut Cina Selatan," kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (4/1).
Nuning, sapaannya, mengatakan penemuan UUV itu merupakan fakta bahwa penggunaan unmanned system (sistem tanpa awak) telah dilakukan oleh berbagai negara maju di laut.