MEDIA SELAYAR. Titik episentrum gempa yang terjadi di Laut Flores, pada Selasa, 14 Desember 2021 lalu, merupakan sesar atau patahan baru yang ditemukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Demikian disampaikan Ketua Tim Survey Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan Ramadhan Priadi, kepada Pewarta, di Pulau Bonerate, pada Senin (20/12).
"Titik episentrum patahan itu bernama Sesar Assambi Kalaotoa", ucap Ramadhan Priadi.
Sesar ini diberikan nama Assambi Kalaotoa berdasarkan lokasi dan panjang yang sementara ini ditemukan, tambahnya.
Ramadhan Priadi mengungkapkan titik gempa di laut Flores yang mengguncang Kecamatan Pasilambena dan Pasimarannu sebenarnya sesar yang baru ditemukan oleh BMKG, karena baru terjadi aktifitas aktif di lempeng tersebut.
Sebelumnya, kata Ramadhan, gempa memang biasanya hanya terjadi di daerah utara. Di daerah selatan pun, bukan di sekitar daerah ini, biasanya hanya di daerah Flores.
Ketua Tim Survey Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan ini pun menjelaskan bahwa sesar baru ini mengarah ke arah tenggara, tepatnya ke Pulau Kalaotoa, Kecamatan Pasilambena.
"Hasil pemantauan BMKG, patahannya juga bergerak ke arah Pulau Selayar, tapi untuk ke Selayar nya itu belum sampai", ungkapnya.
Untuk mengidentifikasi panjangnya patahan, lebar patahan dan kemiringannya itu, ada kajian khusus sumber - sumber gempa. Untuk informasi lebih lanjutnya, apakah dia sudah fix disitu, itu belum kita simpulkan. "Saat ini masih kita survey", jelas Ramadhan Priadi.
Selain itu, Ramadhan mengatakan pihaknya masih butuh kajian dan gempa - gempa susulan, untuk mengetahui panjang seluruh sesar Assambi Kalaotoa tersebut.
Saat ini, Tim Survey Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan telah berada di Pulau Bonerate dan Pasilambena.
Mereka berjumlah 10 orang, yang terbagi menjadi 2 tim, yakni 4 orang di Pulau Bonerate dan 6 orang di Pulau Kalaotoa. Untuk wilayah Pulau Bonerate, Tim dipimpin oleh Ramadhan Priadi, dengan anggota Muhammad Fikri Hiola, Said Abdurrahman Rumi dan Mursalim.
Ditempat yang sama, Anggota Tim Survey Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan Muhammad Fikri Hiola juga menambahkan bahwa selama sepekan, ke 10 anggota yang diturunkan oleh BMKG, akan berada di Kecamatan Pasilambena dan Pasimarannu untuk melakukan survei mikroseismik.
"Selama sepekan kami akan melakukan Survei Mikroseismik. Termasuk mengidentifikasi kerusakan bangunan-bangunan, survey karakteristik tanah, dan memvalidasi kerusakan yang terjadi, apakah karena gempa atau karena faktor lain, seperti kegagalan konstruksi bangunannya", jelas M. Fikri Hiola.
Mikroseismik sendiri merupakan metode geofisika yang banyak berperan dalam berbagai bidang eksplorasi seperti minyak bumi dan gas bumi, eksplorasi panas bumi, studi kegunungapian, pembelajaran struktur dalam bumi, serta kegempaan.
Lebih lanjut, Fikri mengatakan, mereka juga ingin mengecek apakah memang di Kecamatan Pasimarannu dan Pasilambena ada jejak - jejak tsunami.
Karena kemarin, kata Fikri Hiola, sempat terpantau ada tsunami 7 cm. Mereka juga akan mengecek wilayah pesisir Pulau Bonerate, apakah ada bekas tsunami atau tidak.
"Tapi sejauh ini kami tanya masyarakat sekitar, katanya tidak ada kenaikan muka gelombang air laut", ucap Fikri Hiola.
Sementara itu, informasi yang sempat beredar bahwa terjadi kenaikan air laut di wilayah Pasilambena, Ramadhan menyebut bisa jadi itu karena pasang surut air laut.
"Kalau untuk gelombang tsunami itu, memang ada waktu-waktu tertentunya. Kan 2 jam pasca peringatan dini tsunami itu, BMKG mengakhiri peringatannya. BMKG mengakhiri peringatannya, karena memang dilihat datanya sudah tidak ada tsunami, sudah aman, makanya peringatan itu diakhiri", jelas Fikri.
Jadi sebenarnya BMKG ini turun ke lokasi terdampak gempa, bukan hanya untuk mengambil data, tetapi kami juga turun untuk mengedukasi masyarakat, supaya masyarakat tidak panik.
"Arahan dari pimpinan kami di Pusat, kami ditugaskan juga untuk melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat Pulau Bonerate, khususnya warga yang saat ini masih berada di lokasi pengungsian supaya mereka tidak panik. Hal ini kami lakukan untuk mengantisipasi kabar-kabar hoax", kata Fikri Hiola.
Jadi, kami berada di Pulau Bonerate selain untuk melakukan survey, mengambil data dan menganalisa karakteristik tanah, juga untuk bersosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar tidak panik dan mudah percaya berita hoax, yang katanya akan terjadi gempa yang kekuatannya akan jauh lebih besar dari yang terjadi pada Selasa lalu, pungkas Muhammad Fikri Hiola. (Afd).