MEDIA SELAYAR. Secara grammar/kamus tentu nelayan tidak punya otoritas menjabarkan atau memberikan pemaknaan dan definisi prestasi sebab secara sederhana nelayan tidak punya standar istilah sebagaimana standar peristilahan para pebisnis, birokrat, aparat kemanan, politisi apalagi akademisi.
Singkatnya, nelayan tidak butuh definisi bahkan tak butuh prestasi sebab pembahas prestasi bagi nelayan seperti membahas alam gaib yang tak pernah terlihat oleh mata dan tidak dirasakan kabaikannya, sebagaimana perasaan gembira para nelayan ketika mendapatkan hasil ikan yang melimpah di atas sampan mereka.
Mari sedikit membahas sejumlah relasi nelayan, setidaknya organ-organ sosial dan government yang tidak asing ditengah-tengah masyarakat nelayan kita.
Nelayan Bagi Pebisnis
Pebisnis mendefinisikan prestasinya ketika mendapatkan keuntungan besar dan berlipat-lipat dari permodalan yang digunakan. Dikalangan nelayan, banyak pebisnis yang kaya raya dari bisnis ikan yang dihasilkan para nelayan, gambaran seperti ini dapat kita liat pada nelayan Korea, nelayan Jepang bahkan nelayan Eropa dan negara-negara Skandinavia dimana nelayan mereka relatif terhormat dengan menikmati harga sangat istimewa.
Kenapa nelayan diluar sana sangat menyayangi laut mereka? Karena hasil tangkapan nelayan mereka bukan hanya dinilai jenis dan timbangannya (beratnya) bahkan penentuan harga juga berdasarkan ukuran panjang dan kualitas daging ikan (sangat umum istilah golden time dan istilah ice killing dan istilah lain bagi mereka, tapi sangat asing di kalangan kita yang mengaku pemerhati dan pembina para nelayan).
Segelintir pebisnis ikan kita justru menutupi dan melakukan pembiaran atas pengetahuan nelayan kita yang terbatas, mulai dari terbatasnya pengetahuan tentang harga pasaran yang sebenarnya, terbatas pengetahuan tentang pentingnya kwalitas dan dan penanganan tangkapan sehingga hasil mereka dihargai rendah, lebih direndahkan lagi harganya karena sistem ijon sudah mendarah daging antara nelayan dengan pebisnis.
Nelayan Bagi Birokrat atau Birokrasi
Birokrat sepertinya memang tidak terlalu berkepentingan dengan nelayan dengan pengetahuan pas-pasan tentang ruang lingkup kenelayanan, sehingga bagi mereka nelayan tak lebih sekedar mengkalkulasi statistika kuantitatif dan membuat judul nomenklatur anggaran maksimal, menghitung hasil pajak dan kemanfaatan yang sebenarnya diarahkan ke kalangan mereka sendiri dengan judul "Untuk Kepentingan Nelayan". Selebihnya setoran ke atas lalu menunggu penghargaan dan dianggap berprestasi.
Birokrasi sebagai garda terdepan pelayanan ke masyarakat, dengan mudah kita evaluasi atas tanggungjawabnya terhadap eksistensi nelayan ;
1. Seberapa besar guru yang aktif dan mempertanggungjawabkan tugas pokok dan fungsinya pada kampung dan perkampungan nelayan tempatnya ditugaskan?
2. Seberapa banyak tenaga dokter atau tenaga medis yang ada ditengah-tengah perkampungan nelayan atau kepulauan?
3. Apakah obat-obatan di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) tersedia dengan cukup?
4. Seperti apa pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat nelayan?
Dari beberapa pertanyaan, sepertinya jawaban kita seragam meskipun tak perlu dijawab langsung di tulisan ini. Satu kata "Memprihatinkan".
Nelayan Bagi Aparat Keamanan Negara Dan Aparat Sipil Negara
Aparat yang terkait nelayan secara ideal dan filosofis adalah pelindung dan pengayom bagi nelayan dan keluarga nelayan, namun tak jarang menjadi momok seperti hantu yang sangat menakutkan.
Bagaimana tidak, terminologi seram itu digunakan, sebab kebodohan dan kemiskinan nelayan justru menjadi makanan empuk melanggengkan sumber-sumber pendapatan ilegal dan "haram" dari nelayan yang melakukan ilegal fishing. Sebuah ironi kehidupan yang terpelihara dan menjadi lingkaran setan entah dimana ujung dan akhirnya.
Kita tidak ingin percaya kepada pendapat yang mengatakan tarik semua aparat dan alat negara dari perairan dan laut jika ingin agar nelayan kita menghentikan destruktif dan ilegal fishing, sebab kalimat itu berlebihan. Kita hidup di negara hukum dimana aparat penegak hukum bukan pelanggar hukum apalagi mafia hukum.
Fungsi-fungsi aparatur negara tentu sangat jelas diatur dalam ketatanegaraan kita, meskipun terkadang penyalahgunaan kewenangan diberlakukan kepada mereka yang tidak mengerti aturan dan hukum. Soal ini kemungkinannya karena bodoh atau pintar membodohi.
Harapan baik selalu ada setiap mutasi personil dan atau pejabat, ini ditunjukkan dengan sambutan masyarakat nelayan yang begitu baik dan hangat, entah karena rasa hormat dan penghargaan yang tulus, atau sekedar menyembunyikan kekhawatiran dan ketakutan. Intinya harapan baik itu selalu ada.
Politisi kitapun segelintir diantara mereka meng-ijon suara nelayan dengan uang dan janji-janji palsu menjelang pemilu, setelahnya? Semua selesai, keinginan sudah tercapai, janji tinggallah janji, kesejahteraan dan proyek-proyek terkait nelayan sudah tertulis indah dalam nomenklatur APBD "untuk keperluan nelayan".
Selebihnya hanya judul, sebab yang terpenting adalah target keuntungan, fee proyek dan kepentingan teman, kroni dan keluarga dekat, tentu wajar dan normal saja, jika menjadi prioritas dan dinomorsatukan. Namun alangkah elok dan elegannya jika politisi kita punya kesadaran moral bersama aparat pemerintahan lainnya mau membuka diri dan mata hatinya berjuang sungguh-sungguh demi kepentingan negara, khususnya kepentingan nalayan yang selalu termarjinalkan.
Akademisi, peneliti, pekerja dan ahli sosial serta NGO pun sepertinya tidak bisa berbuat banyak. Kita hanya bisa menyaksikan sederet titel dan gelar mentereng akademik diberbagai asal perguruan tinggi, spanduk dan judul seminar serta webinar "Demi dan Untuk Nelayan".
Harga pasaran para "pakar' yang tidak sedikit, menjadikan panjangnya titel dan indahnya judul riset menjadi hal biasa kita saksikan, meskipun hasil akhirnya semuanya tertutup dan tersimpan rapi di almari dan rak perpustakaan. Setiap saat lembaran-lembaran ilmiah itu dibuka kembali untuk dimodifikasi dengan narasi sedikit berubah sebagai bahan skripsi, disertasi dan makalah seminar untuk tidak dikatakan "Plagiat", kejahatan ilmuan yang tak termaafkan.
Tulisan ini buka pesimisme, bukan pula majas sarkastik, hanya sebuah letupan pemikiran yang bisa menjadi bahan renungan kita. Tidak ada tendensi mendiskreditkan person dan pihak tertentu.
Semua boleh mengelak dan menghindar diri akan tanggungjawab terhadap nelayan, tetapi potret peradaban, wajah mulus dan bopengnya kita sangat tergantung pada kondisi nelayan kita. "Nelayan Sejahtera Negara Kuat”. Wallahu A'lam.