MEDIA SELAYAR. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada 27 November mendatang, diprediksi akan diwarnai dengan praktik politik uang atau jual beli suara dan praktik oligarki disinyalir akan semakin kuat. Untuk itu, dia meminta masyarakat harus lawan politik uang.
Demikian disampaikan Ketua Komite I DPD RI yang juga Senator DPD RI Asal Aceh Fachrul Razi saat dirinya menjadi narasumber Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) DPD RI yang berlangsung Sarasehan di Jakarta, Jum'at (21/6/2024).
“Masyarakat perlu mengetahui data-data di setiap daerah seperti Pilkada serentak yang akan diselenggarakan tahun ini yang berpotensi politik uang sangat tinggi. Oleh karena itu, masyarakat harus cerdas dan harus lawan politik uang,” ucap Fachrul Razi
Dalam paparanya, Fachrul turut menyinggung proses Pilkada sebagai proses elektoral yang secara sosiologis akan melibatkan pihak-pihak yang berkompetisi. Hal itu, kata dia, menyebabkan hasilnya potensi konflik akan lebih besar.
“Pilkada yang minim integritas akan menyebabkan hasilnya rendah kepercayaan dan legitimasi untuk menyelenggarakan pemerintah daerah," jelas Fachrul Razi.
Dia pun memaparkan beberapa hal yang menjadi perhatian DPD RI pada tahapan persiapan Pilkada 2024. Pertama, kata dia, terkait rekrutmen PPK, PPS dan KPPS Pilkada. Hal ini, menurutnya, yang sangat penting untuk di perhatikan.
Kedua, validasi daerah pemilih (tidak lagi dilakukan coklit sebagaimana Pemilu). Ketiga, pendaftaran peserta pilkada (kurangnya pendaftar calon kepala daerah dari unsur perseorangan).
Disamping itu, netralitas Pj. Kepala Daerah. Diamana pelantikan penjabat perangkat daerah yang terkesan dipaksakan, sehingga netralitas para ASN cenderung berpihak kepada calon incumbent atau calon yang potensi menang besar.
Kemudian terkait anggaran menurut Fachrul Razi, anggaran pelaksanaan Pilkada 2024 diperkirakan sebesar Rp 35,8 triliun, terbagi dalam dua tahun anggaran. Sebanyak 40 persen dari anggaran tersebut dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 dan 60 persen dari APBD 2024.
“Artinya setiap propinsi menghabiskan uang 1 triliun uang rakyat oleh karena itu harus menghasilkan kepala daerah yang berkualitas,” beber Fachrul Razi.
Dia juga mengatakan fenomena “Pembajakan Demokrasi" di lokal, munculnya aktor-aktor baru dalam pentas politik yang memanfaatkan peluang demokratisasi untuk kepentingan mereka. Terbangunnya model demokrasi semu, prosedur dan institusi demokrasi modern secara formal diadopsi, namun substansi permainan berada di luar skenario yang diinginkan oleh demokrasi.
Tidak ada pelembagaan nilai-nilai demokrasi serta akibatnya terjadi kegagalan demokrasi dalam mewujudkan kesejahteraan.
"Kita harus mengkritisi praktek oligarki di pilkada 2024, praktek oligarki menjadi perhatian kita semua. Indikasinya, kurangnya pendaftar calon Kepala daerah dari unsur perseorangan," kata Fachrul.
Disamping itu, juga pemanfaatan aturan batasan sumbangan biaya Pilkada terhadap Potensi incumbent atau pun keluarganya dalam Pilkada serentak 2024.
"Adakah netralitas dan peran Pj kepala Daerah dalam Pilkada serentak 2024 ?, dan Bagaimana dengan dana hibah apakah mengarahkan pada salah satu kandidat ?,” tanya Fachrul Razi, kritis.
Fachrul Razi mengingatkan bahwa, Pilkada wajib dilaksanakan berdasarkan azas pemilu yang luber dan jurdil. “Pilkada harus dilaksanakan secara berintegritas, baik oleh penyelenggara peserta maupun pemilu," ,harap Fachrul.
Untuk itu, Fachrul Razi menyarankan perluas peran rakyat daerah melalui pendidikan politik kewargaan (Civil Education) yang kritis, agar pelaksanaan setiap tahapan pilkada berdasarkan tahapan pilkada berdasarkan Rule of Law dan penegakan hukum yang tegas dan tidak diskriminatif bagi setiap peserta pemilu.
"Dengan demikian, ada kepastian dan ketegasan aturan main agar Trust (Kepercayaan) Publik dapat dipulihkan dan legitimasi Pemerintah dapat diperkuat," pungkas Fachrul Razi. (*).