MEDIA SELAYAR. Penetapan Kepala Desa Bonea AS (35), sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Selayar menuai sorotan dari Mansur Sihadji, kakak kandung tersangka.
Mansur menilai penetapan adiknya sebagai tersangka, syarat akan indikasi tebang pilih dalam proses hukum yang dilakukan kejaksaan. Dia pun menyuarakan ketidakpuasannya terhadap langkah hukum yang diambil terhadap adiknya yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Dana Desa.
“Saya baru tiba dari Jakarta, langsung ke rutan, tapi ternyata adik saya belum bisa dijenguk. Saat ini saya masih menjalin komunikasi dengan Pak Kajari dan beberapa rekan di kejaksaan. Kami sedang mempertimbangkan opsi hukum, termasuk kemungkinan mengajukan pra peradilan,” ungkap Mansur Sihadji, saat menggelar Jumpa Pers, pada Sabtu (8/2/2025) siang.
Pada dasarnya, kata Mansur, tidak mempersoalkan penetapan tersangka terhadap adiknya jika memang sudah sesuai hukum. Namun, dia mengatakan adiknya sudah sangat kooperatif selama proses hukum, termasuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp357.722.613,-.
"Adik saya sangat kooperatif selama proses hukum, termasuk mengembalikan kerugian negara. Kenapa kejaksaan justru menganggap uang tersebut sebagai barang bukti, padahal itu adalah uang pribadi saya yang dipinjam adik saya demi memenuhi kewajiban mengembalikan kerugian negara," ungkap Mansur.
Mansur pun menyoroti tim audit yang digunakan kejaksaan berasal dari auditor eksternal yang legalitasnya belum jelas. Dia juga menyinggung adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum terhadap kasus serupa di Selayar.
Mansur membandingkan dengan kasus dugaan korupsi di Kelurahan Bontobangun yang ditangani oleh Polres Kepulauan Selayar, namun diselesaikan dengan mekanisme Restorative Justice (RJ) setelah pengembalian keuangan negara. Sementara itu, adiknya tetap dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Selayar meski telah melakukan hal yang sama.
Lanjut, Mansur menyoroti bahwa adiknya terlambat mengembalikan kerugian negara karena belum ada hasil audit dari Inspektorat, BPKP, atau BPK. Namun, kejaksaan justru menggunakan audit dari pihak eksternal yang legalitasnya masih dipertanyakan.
"Niat banget tersangkakan adik saya, sementara ada kepala desa lain yang jelas-jelas sudah ada LHP Inspektoratnya, tapi belum diproses sama sekali," kata Mansur.
Mansur berharap kejaksaan dapat menerapkan standar hukum yang adil dan konsisten, bukan hanya menyasar kasus tertentu sementara kasus lain yang lebih jelas justru diabaikan.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Selayar, Alim Bahri, S.H., menegaskan bahwa penyidik Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar dalam penanganan perkara Desa Bonea, Kecamatan Pasimarannu baik itu dalam penetapan tersangka dan penahanan tersangka Alwan Sihadji telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum.
“Kami berharap dukungan masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar dalam penanganan perkara Desa Bonea. Pada intinya penanganan perkara Alwan Sihadji Kepala Desa Bonea telah sesuai prosedur hukum,” tegas Alim Bahri, kepada Pewarta, Senin (10/2/2025).
Menanggapi pernyataan Mansur Sihadji, kakak kandung Alwan Sihadji, Kasi Intel Kejari Selayar ini pun tidak mempersoalkan hal tersebut. Dia mengatakan apa yang disampaikan kakak kandung tersangka merupakan haknya untuk menyampaikan pendapat.
“Itu kan hak untuk menyampaikan pendapat, tapi Penyidik pada intinya telah sesuai prosedur hukum dalam penanganan perkara desa bonea,” ujar Alim Bahri.
Alim Bahri menyampaikan bahwa uditor atau akuntan publik yang digunakan oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar untuk perkara desa Bonea sama dengan auditor perkara Desa Lamantu.
"Untuk perkara Desa Lamantu telah dinyatakan bersalah sesuai dengan putusan Pengadilan Tipikor,” pungkas Alim Bahri. (*).